Semangat Oemar Bakrie
Oleh : Sulismanto
…………..
Oemar Bakrie.... Oemar Bakrie pegawai negeri
Oemar Bakrie.... Oemar Bakrie empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakrie.... Oemar Bakrie banyak ciptakan menteri
Oemar Bakrie.... Oemar Bakrie profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie seperti dikebiri
………….
Diciptakan oleh Iwan Fals, lagu Guru Oemar Bakrie merupakan sebuah kritik sosial atas ketidakadilan yang dialami para guru (dan PNS lain) di Indonesia. Memberi pengabdian jujur berbakti yang makan hati, mereka ikhlas meski gajinya dikebiri. Tentu bukan hanya pada tahun 1981 -saat lagu dalam album Sarjana Muda ini dirilis-, namun juga sebelumnya. Pada masa itu, lagu ini tak sekedar menjadi kritik bagi pemegang kebijakan, namun juga menjadi pengakuan atas pengabdian para guru, para Oemar Bakrie itu.
Hampir dua dekade setelah kritik Fals itu, barulah sejarah mencatat kenaikan gaji guru dalam jumlah signifikan. Ketika itu, pemerintah menaikkan gaji pegawai sebesar 200 persen. Titik tolak itu kemudian diikuti kenaikan-kenaikan berikutnya. Puncaknya, tahun ini pemerintah menetapkan gaji guru pada golongan terendah menjadi minimal Rp. 2 juta! Ini belum termasuk tunjangan profesi, sertifikasi, dan tunjangan-tunjangan lain.
“Guru tidak sejahtera adalah masa lalu. Sekarang guru sudah sejahtera,” demikian menurut Drs. Sulistiyo, M.Pd, Ketua Umum PP Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI ketika bertemu dengan para guru di Jepara, belum lama ini.
Harus dipahami bahwa peningkatan gaji Oemar Bakrie bukanlah sesuatu yang berlebihan. Sejak baheula mereka telah memberikan apa saja demi masa depan bangsa. Sedangkan gaji yang mereka terima tidak seberapa. Bahkan, sekedar hidup layak sekalipun, jumlah yang mereka terima sungguh jauh di bawahnya. Jumlah yang benar-benar tak sebanding dengan cucur keringat, tetes air mata, dan kesabaran menjauhkan segala keluh-kesah.
Menilik gores tinta sejarah itu, maka kenaikan gaji Oemar Bakrie diharapkan semakin memacu semangat mereka dalam mengabdi. Apalagi, sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa adalah tempat bergantung para orang tua, ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka hanya mampu menitipkan masa depan anak-anaknya. Jika itu yang terjadi, masyarakat Jepara boleh optimis dalam menatap kebijakan pendidikan gratis di Jepara. Boleh juga masyarakat yakin dengan masa depan anak-anaknya.
Seperti diketahui, keinginan lama untuk menggratiskan pendidikan di Jepara, tahun ini direalisasikan oleh Bupati Jepara Drs. Hendro Martojo, MM. Menurutnya, pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional memberi amanat kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar, tanpa memungut biaya. “Cepat atau lambat, seluruh kabupaten/kota di Indonesia harus melaksanakan amanat ini sebagai sebuah kewajiban,” demikian menurutnya. Untuk merealisasikan kebijakan ini, pihaknya akan mengeluarkan payung hukum.
Entah perda atau perbup, regulasi ini akan segera terbit karena sudah disiapkan cukup lama. Tentu saja sebelum Menteri Pendidikan Nasional Prof. DR. Bambang Sudibyo, MBA mengeluarkan instruksi penerbitan aturan ini kepada daerah.
Bagi bupati, awal tahun ini merupakan momen tepat dalam melaksanakan layanan pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Hal ini terkait dengan peningkatan jumlah anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah pada tiga pos utama pembiayaan bidang pendidikan dasar, yakni sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta biaya operasional pendidikan.
Jika pembiayan pos SDM sudah jelas dipecahkan dari peningkatan gaji dan tunjangan lain, maka kebutuhan dari sisi sarana dan prasarana juga disiapkan. Tahun ini, dianggarkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk SD sebesar Rp. 47,525 miliar yang dapat dialokasikan untuk pemeliharaan 530 lokal kelas SD.
Sedangkan dari sisi pembiayaan operasional pendidikan, dana Bantuan Operasional Siswa (BOS), tahun ini ditetapkan naik rata-rata 50 persen dari tahun sebelumnya. Besaran dana BOS didukung oleh anggaran DOP (SD) sebesar Rp. 2,3 miliar. Sedangkan pada jenjang SMP dianggarkan dana pelayanan KBM dan administrasi perkantoran di sekolah ke masing-masing satuan pendidikan. Akumulasi BOS ditambah anggaran-anggaran tersebut di atas, melampaui indeks kebutuhan biaya pendidikan dasar sebagaimana hitungan DBE-USAID.
Jika kemudian para guru dan pelaku pendidikan menilai ada pos pembiayaan lain yang belum ter-cover, maka justru di sinilah pentingnya payung hukum yang telah dipersiapkan itu. Bagaimanapun diperlukan kepastian pemecahannya. Bupati berharap semua ini cukup memberi penjelasan bahwa pendidikan tanpa memungut biaya sangat logis diterapkan. Dengan demikian, Oemar Bakrie tak kendur semangat untuk tetap memberikan yang terbaik bagi masa depan bangsa. Terlebih, perhatian pada bidang pendidikan di Jepara memang sangat tinggi.
Di luar pendidikan dasar, pada jenjang pendidikan yang lain dukungan anggaran telah dipersiapkan untuk peningkatan mutu pendidikan di Jepara. Anggaran ini di-break down pada berbagai program, baik program PAUD, program pendidikan nonformal, program peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan, program manajemen pelayanan pendidikan, maupun program pendidikan menengah yang semuanya terdistribusi dalam berbagai kegiatan.
Melalui APBD tahun 2009, Pemkab Jepara mengalokasikan total anggaran urusan pendidikan sebesar Rp. 105 miliar lebih, belum termasuk gaji tenaga pendidik. Jumlah ini setara dengan 13,13 persen dari seluruh belanja APBD 2009 sebesar Rp. 804,5 miliar. Artinya, total anggaran urusan pendidikan yang dialokasikan di Jepara jauh lebih besar dari alokasi minimal yang diamanatkan UUD 1945 sebesar 20 persen. Di Jepara, gaji seluruh tenaga kependidikan tahun ini mencapai Rp. 266.250.586.000,- atau 33 persen lebih. Dengan demikian, total anggaran urusan pendidikan yang dialokasikan Pemkab Jepara pada tahun ini mencapai 46,22 persen.
Sedemikian besar perhatian Bupati Hendro Martojo pada urusan pendidikan itu, maka program pendidikan tanpa memungut biaya, diharapkan tak mengendurkan semangat Oemar Bakrie dalam mengabdi untuk mencerdaskan bangsa. Dalam posisi ini, secara khusus penulis ingin menggarisbawahi keberadaan para Oemar Bakrie senior yang menjadi sangat penting. Bukan berarti Oemar Bakrie baru adalah penganut materialis, namun rekam sejarah telah membuktikan bahwa Oemar Bakrie senior mengabdi karena panggilan jiwa. Mereka menjadi pendidik murni karena keinginan mencerdaskan anak bangsa. Mereka gigih untuk hanya memberi, tidak berharap. Bukan karena harta, tahta, dan bukan pula tanda jasa. Jika semangat mengabdi ini terus terwariskan kepada Oemar Bakrie-Oemar Bakrie baru, maka kita bisa berharap bangsa ini akan menjadi bangsa yang maju. (***)
Penulis adalah Reporter Radio Kartini dengan nama udara Indra Sadewa.
Diterbitkan di Majalah gelora Bumi Kartini, Maret 2009
08 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar